Wednesday 20 November 2013

Improvisasi Dalam Kekeluargaan , Bagaikan Memorandum Dalam Estetika Kehidupan

                                 Improvisasi Kehidupan


Sebuah artikulasi daya gerak daya rasa , guna melahirkan dinamika bagi terciptanya sebuah gagasan beserta segala kemungkinan-kemungkinan barunya. Improvisasi adalah cerminan dari rasa sensitivitas seorang manusia untuk mampu mendayagunakan serta me-maintainance dengan baik ‘aksi dan reaksi’ dalam tubuhnya sendiri .

Improvisasi akan berkembang dengan baik bila faktor kualitas kemampuan manusianya sudah mencukupi . Dibutuhkan sebuah kerangka yang kokoh dan terkonsep dengan baik agar improvisasi bisa bergerak lincah leluasa yang akhirnya dapat menemukan dan mengisi ruang-ruang yang tersedia .

suasana persaudaraan dan kebersamaan antar semua orang walaupun mereka berbeda secara suku, agama, ras, dan golongan. Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena sebelumnya ada ketidakkerukunan serta kemampuan dan kemauan untuk hidup berdampingan dan bersama dengan damai serta tenteram. (berhubungan dengan Pancasila sila 1 yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa)
Langkah-langkah untuk mencapai kerukunan seperti itu, memerlukan proses waktu serta dialog, saling terbuka, menerima dan menghargai sesama, serta cinta-kasih.
Tidak tidak bisa dibantah bahwa, pada akhir-akhir ini, ketidakkerukunan antar dan antara umat beragama (yang terpicu karena bangkitnya fanatisme keagamaan) menghasilkan berbagai ketidakharmonisan di tengah-tengah hidup dan kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Oleh sebab itu, perlu orang-orang yang menunjukkan diri sebagai manusia beriman (dan beragama) dengan taat, namun berwawasan terbuka, toleran, rukun dengan mereka yang berbeda agama. Disinilah letak salah satu peran umat beragama dalam rangka hubungan antar umat beragama, yaitu mampu beriman dengan setia dan sungguh-sungguh, sekaligus tidak menunjukkan fanatik agama dan fanatisme keagamaan.
Di balik aspek perkembangan agama-agama, ada hal yang penting pada agama yang tak berubah, yaitu  pengakuan iman. Pengakuan iman merupakan sesuatu khas, dan mungkin tidak bisa dijelaskan secara logika, karena menyangkut iman atau percaya kepada sesuatu di luar jangkauan kemampuan nalar manusia. Dan seringkali pengakuan iman  tersebut menjadikan umat agama-agama melakukan pembedaan satu sama lain. Dari pembedaan, karena berbagai sebab, bisa berkembang menjadi pemisahan, salah pengertian, beda persepsi, dan lain sebagainya, kemudian berujung pada konflik. Di samping itu, hal-hal lain seperti pembangunan tempat ibadah, ikon-ikon atau lambang keagamaan, cara dan suasana penyembahan atau ibadah, termasuk di dalamnya perayaan keagamaan, seringkali menjadi faktor ketidaknyamanan pada hubungan antar umat beragama.
Jika semua bentuk pembedaan serta ketidaknyamanan itu dipelihara dan dibiarkan oleh masing-masing tokoh dan umat beragama, maka akan merusak hubungan antar manusia, kemudian merasuk ke berbagai aspek hidup dan kehidupan. Misalnya, masyarakat mudah terjerumus ke dalam pertikaian berdasarkan agama (di samping perbedaan suku, ras dan golongan).
Untuk mencegah semuanya itu, salah satu langkah yang penting dan harus terjadi adalah kerukunan umat beragama. Suatu bentuk kegiatan yang harus dilakukan oleh semua pemimpin dan umat beragama.
Di samping itu, harus terjadi kerukunan intern umat beragama. ( berhubungan dengan Pancasila Sila 3 yaitu Persatuan Indonesia ) . Hubungan tak harmonis intern umat beragama pun bisa merusak atau berdampak masyarakat luas yang berbeda agama. Biasanya perbedaan tafsiran terhadap teks kitab suci dan pemahaman teologis dalam agama-agama memunculkan konflik serta perpecahan pada umat seagama.
Konflik dan perpecahan yang melebar, bisa mengakibatkan rusaknya tatanan hubungan baik antar manusia, bahkan mengganggu hidup dan kehidupan masyarakat luas. Kerukunan dapat dilakukan dengan cara tidak mengganggu ketertiban umum; tidak memaksa seseorang pindah agama; tidak menyinggung perasaan keagamaan atau ajaran agama dan iman orang yang berbeda agama; dan lain-lain. Jika kita bisa menciptakan kerukunan seperti itu bangsa ini akan menjadi kesatuan yang utuh dan bisa mentoleransi akan perbedaan, seperti halnya semboyan kita yaitu Bhineka Tunggal Ika.
Kerukunan antara umat beragama dan kerukunan intern umat seagama harus juga seiring dengan kerukunan umat beragama dengan pemerintah (berhubungan dengan Pancasila Sila 5 yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia). Pemerintah adalah lembaga yang berfungsi memberlakukan kebaikan TUHAN kepada manusia; pemelihara ketertiban, keamanan, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat. Namun, dalam kenyataan kesehariannya, seringkali terlihat bahwa, pemerintah dengan politik akomodasinya, bukan bertindak sebagai fasilitator kerukunan umat beragama, tetapi membela salah satu agama. Oleh karena itu, pemerintah harus bisa bersikap adil agar dapat terciptanya kedamaian bagi bangsa ini, sehingga sesuai dengan amanat dari Pancasila.


0 komentar:

Post a Comment